Pemikiran Cermin


Aku kini berada di dalam ruang sebuah bangunan di Montana, mendapati jutaan cermin di dinding batu alam. Ku dapati setiap orang menjadi individualis, dan aku mendekati satu cermin itu. Disana semua terbaca karena tertulis, aku sebenarnya sudah mencoba membuka apa yang sebenarnya tertutp membrane tipis. Transparan, jelas, tapi saat ku sentuh dia rapuh dan terkikis.

Beberapa bulan ini aku bagai cermin di ruang balet, aku bisa melihat bayanganku sendiri juga bayangan orang lain. Bayanganku tak pernah buruk, aku sempurna dengan caraku, aku tak peduli dengan perbincangan manusia lainnya. Tapi bagaimanapun, aku ingin berbicara dengan yang lain di depanku, tapi ia seperti tak pernah mengerti ucapanku.

Aku bisa membaca situasi. Aku dapat melihat jutaan pikiran di cerminku. Aku sempurna dengan caraku. Seperti air, pikiranku mengalir, pelan tapi pasti, walau kadang sebaris lumut hijau pekat menyumbat muara di jiwaku dan menjadikannya keruh, aku akan mencoba mengambil dan membersihkan lumut itu, membuka cakra kepribadianku. Menjadi tenang, bersih, dan menyegarkan siapapun yang melihatnya.

Namun terkadang pikiranku menjadi berubah bagai ombak besar , menghantam dan menghancurkan serpihan hatiku yang belum tersapu, harusnya aku senang, tapi aku menjadi seperti ikan mati yang mengambang, diam, dengan mulut menganga, oh mungkin aku terkena serangan jantung.


Tapi kenapa hanya aku??? Sedangkan bayangan lain dinamis, tak satu pun peduli aku. Oh ya, aku sadar..biarkan saja mereka, akulah sang ikan, hidup di air asin tapi takkan merubah diriku menjadi asin, akulah sang penyair dan pelukis sejati, melukis bayanganku sendiri dengan sempurna dan mendapati orang lain berdecak kagum karenanya. Akulah sang composser, yang mampu menciptakan lagu-laguku dengan melodi terbaik di seluruh dunia.

Suatu hari nanti janji dari kata “kapan?” akan menjamah pikiran ku. Membuatnya terguling-guling dan berdiri lalu menarikan tarian flamenco, tentunya aku tak pernah benar-benar sendiri karena aku akan menari nanti, dengan bayangan ku, di bawah sinar rembulan.

Komentar