Taman Pelangi

Sore ini di Taman Pelangi sedang sepi, hujan telah reda, mereka telah membasahi lekuk-lekuk tubuhku dan wajahku. Memang, sedikit membuat warna ku jadi lebih cerah. Tanah di kakiku terasa basah, hampir menjadi lumpur. Tak hanya aku, hujan juga teah membuat semua temanku menjadi basah.  Aku masih menunduk, menatap jari-jari kakiku yang pucat, beberapa tetes air turun dari rambutku. Kunikmati suasana sore yang dingin, sempat ku pikir aku kedinginan. Ingatan ku kembali melayang ke sesuatu…di hatiku rasanya menyakitkan. Ah sudah berapa lama hati ni tak lagi di kunjunginya? Sungguh, aku tak suka mengakui ini, aku rindu, yaa… senyum hangatnya, sentuhannya yang membuat jejaknya terasa terbakar di kulitku, hingga peluh mengaliri punggungku. Hari ku jelas kelabu, aku sungguh rindu. Seseorang berdehem, dan membuatku tersadar dari lamunan.
“ masih terlalu sore untuk menyambut pagi” gadis itu tersenyum, dia sahabatku, Roseline namanya, bunga mawar tercantik ditaman ini.
“ oh, ya, tentu saja” aku malas-malasan menjawabnya, mencoba menyembunyikan rindu itu di laciku dan menguncinya rapat-rapat, walau serapat apapun, Roseline masih dapat membukanya. Kurasa ia sempat menggandakannya, entah kapan. Aku sadar Rose mentapku lekat-lekat di balik kelopak cantiknya.
“apa? “ aku menghela napas panjang.
“baik, kalau kau tak mau cerita tak masalah, hehe” Rose jelas menggodaku. Sial.
“aku tidak apa-apa..”
“kau keras kepala kawan,, cobalah terbuka padaku, katakan jika aku tak salah, kau merindukannya, kan? Kau ingin dia datang? Seseorang yang selalu mengacuhkanmu? Seseorang yang bahkan tak sadar kau pemuja rahasianya bertahun-tahun seumur hidupmu? Aku benar kan?” aku menatap Roseline, warnanya terlihat lebih tegas dan cerah walau hari mulai gelap.
“hmm, ya, kau benar,sobat” ujarku tersenyum. skeptis.
“aku merasa… ini sore terakhir ku” aku yakin, andai Rose sedang berfotosintesis, kali ini ia akan gagal memasukan seluruh oksigen ke tubuhnya. Senyap.
“kenapa kau berpikir begitu?” tanya Rose
“dia takkan datang, bahkan saat fajar menjadi petang, begitu juga sebaliknya, aku sunggguh rindu Rose, dadaku sesak, pikiranku kacau, aku tak bisa berfotosintesis dengan baik, aku memudar.. aku akan hilang, dan aku berharap dia tak melihatku tewas mengenaskan, aku bunga matahari yang buruk dan gagal, telah kucoba segala cara, tapi tak juga meluluhkan hatinya, dia tak pernah ingin melihatku” aku benci kata-kataku barusan, menyesal karena mengucapkannya, aku terlihat menyedihkan bukan? Ah, tidaak
“maaf mengganggu acara sore kalian….” Aku menoleh mencari suara itu, para sekumpulan bunga anggrek, dan bunga-bunga lainnya.
“ bukan menguping, tapi aku sedikit mendengar, memang seharusnya ini sore terakhirmu, Bungan jelek! Lihat saja dirimu, kau tak wangi, warnamu tak menarik, kau buruk rupa, dan makhluk bodoh yang pernah kulihat, kau berbeda dengan kami, dengan Edelweis disana, dengan bunga melati, bahkan dengan sahabatmu sendiri, Rose! “
Kata-kata Claudia, sang bunga anggrek itu menusukku tajam.
“Hentikan ucapanmu, Claudia…” Rose mencoba membelaku.
“sudah, biarkan saja...maaf, Claudia, apa semua ini ada hubungannya dengan mu?” pertanyaanku sungguh konyol.
“tidak,, aku hanya senang melihatmu tak disini, aku benar-benar tak suka rupamu, kenapa ada bunga seperti kau? Dan setiap saat kau seperti memperhatikan dia, ya kan? Aku tau kau benar-benar memujanya, dasar gadis bodoh, kau menatap apa yang seharusnya tak kau liat, dia bahkan tak ingin tau dirimu,  Aku…”
“Cukup!!”  Rose membentak dan memotong ucapan Claudia.
“Pergilah Claudia, atau aku akan menghancurkan kelopakmu dengan duri-duri tajamku! Aku tak main-main!” Rose benar-benar dbuat kesal olehnya.
“ Baik, aku pergi,, aku hanya ingin mengucapkan salam perpisahan untuk Sunny, ha… selamat tinggal bunga bodoh!” Claudia melenggang dengan angkuhnya di depanku.
Rose masih mencaci, aku tak mengerti apa yang dia katakan, aku hanya terdiam, bukan, aku tak memikirkan ucapan Claudia,  tapi selama ini, aku memang hanya berani menatapnya. Dan tak pernah bisa berkata-kata di depannya, dia terlalu tampan, terlalu gagah, dia menyilaukan dengan pesonanya , dia terlalu indah, aku tak bisa bergerak jika bersamanya, dan aku memang bukan Laila atau Juliet, tapi tak bolehkah aku menganggap dia Qais ku? Romeo ku? 
“Sunny..” Rose membuyarkan lamunanku.
“bisakah kau memberiku sedikit privasi? Aku sedang ingin sendiri.” Rose menatap ku khawatir, aku tersenyum meyakinkan, dia pun pergi meninggalkan ku sendiri.
Senyap, hanya ada suara hembusan angin dan bunyi daun-daun saling bergesek.
Kini aku hanya berteman sunyi.  Suasana lebih gelap, dan berubah pekat, angin berhembus lebih dingin, aku berusaha mengisi seluruh tubuhku dengan udara.  Aku merindu, aku ingat ia akan menjemputku dan akan menemuiku nanti.

Desah dan airmataku tak jua menggerakkanmu!
Gundah gulanaku tak jualah mengusik perasaanmu
Tiada satupun janji yang kau penuhi,
Dari ratusan jani yang mengalir dari bibirmu
Kau berjanji memenuhi hasratku yang maha besar
Tapi kau terlalai membawa apa yang kuinginkan
Bukan memadamkan, kau malah mengobarkan apiku,
Dengan kata-kata hampa yang merayu hatiku.

Aku menitikkan airmata, aku tak ingin merasakan ini sendiri, aku ingin ia juga menginginkanku, sama seperti aku menginginkannya.

Sepanjang waktu tiada henti-henti kau menyiksaku
Tapi kejelitaanmu membuatku terus memaafkanmu
Aku hanyalah lampu, sementara kau matahari
Sinaranmu menaklukan cahayaku yang lampai
Tajam matamu membuat api pun cemburu
Tulip dan mawar pudar ketika bertemu denganmu
Terpisah?? Tak akan pernah! Aku bersumpah padamu,
Untuk terus mencintai dan berharap sepanjang waktu
Kutahan siksamu pada hari-hariku
Kalau aku mati, segala anugerah siksa itu
Akan berubah darah, membanjir ke segala penjuru.

Aku mendengar suara langkah kaki berderap, jantung ku berpacu dengan cepat, ada apa ini? Kenapa? Samar-samar aku mendengar bunga lain menjerit. Langkah itu kian dekat. Aku memejamkan mata, berpikir tentang matahariku. Bibirku tak henti menggumamkan namanya, berkali-kali. Kukatakan hatiku mencintainya, selamanya. Aku merasakan dingin mulai menjalar dari kakiku, akar-akarku tercerabut, sakit luar biasa, namun cintaku lebih luar biasa.

******

Gelap, pekat, dan sunyi. Aku membuka mataku perlahan. Tenang sekali. Aku menyipitkan mataku, ah, terang sekali ternyata, mataku terasa sakit dibuatnya. Anginnya sejuk, lembut, dan sungguh mewangikan hatiku. Aku berusaha membuka mataku saat kudengar helaan nafas perlahan yang menyentuh sel-sel syaraf kulitku. Tangan itu membelai lembut anak rambut di dahiku dan mataku mulai membuka, dan melihat dengan jelas. Ia tersenyum.
“ Kenapa kau lama sekali sayang?”
Tubuhku gemetar. Oh…inilah cintaku, cinta sejatiku. Hidup dan matiku. Air mataku meleleh perlahan. Tangan itu kembali membelaiku dan mengusap air mataku. Aku makin tersedu karena rindu ini telah menggebu.
“Tidak apa-apa, Aku telah menunggumu sekian lama, kau lama sekali, apa kau tak malu memanggil-Ku dengan sebutan matahariku? Apa ayat-ayat dan firman Ku membuatmu  lupa bahwa sesungguhnya Aku sangat mencintaimu dan menjagamu dari setiap bahaya.”
“ti…tidak”  aku terbata melihat betapa kini agungnya Dia.
“Tinggalah bersama Ku, bersama para teman-teman mu yang juga mencintai Ku setulus hatimu sayang.” 

Kita adalah dua teka-teki bagi dunia
Meski desah dan keluhan berasal dari dua bibir kita
Sesungguhnya itu berasal dari satu mulut saja
Bila pisau perpisahan membelah kita menjadi dua,
Satu cahaya kemilau menyelimuti kau dan aku,
Seperti dari alam lain, walau terhalang oleh waktu
Meski “di sini” terpisahkan, “di sana” kita satu adanya
Bila tubuh-tubuh yang putus asa terpisah,
Jiwa-jiwa bebas mengembara dan bercengkrama
Aku akan hidup abadi, dan Malaikat maut sendiri
Tak lagi berkuasa mengendalikan jiwaku ini,
Bersama dirimu dalam kekekalan,
Aku hidup hanya bila kepadaku napasmu Kau tiupkan.*)


*)syair ini kupinjam dari kisah Layla-Majnun karya Nizami
Jujur,, ini cerpen yang kubuat dengan PDnya..
astaga..memalukan sekali....-.-“

Komentar