Akulah Eka Sang Ikan. Berenang menembus lautan frase, tanda kurung dan
huruf kecil. Akulah seekor bayi ikan dalam lautan permata. Kelak aku akan
melompat diantara air dan langit lalu berubah menjadi manusia. Tapi sekarang,
aku hanyalah seekor ikan kecil yang bercemin dalam dunia kaca.
Aku berenang di lautan berbuih penuh bayangan, mencoba tentukan umpan
mana yang akan kugigit, cahaya matahari mana yang akan kulompati, semenanjung
mana yang akan kujadikan tempat membangun rumahku. Aku terperangkap di bawah
dunia nyata di kibasan lautanku dan aku belajar menjadi manusia.
Aku belajar melalui jeruji kandang kakekku yang berwarna kelabu dan
lebar. Itulah yang membuatku takut berenang ke dasar sana bersama hantu-hantu
keluargaku. Aku melihat wajah-wajah mereka diatas air, melihat diriku, bahkan
aku bisa mendengar mereka. Tapi saat mereka memandangku, bayanganku pecah oleh
cerminan diri mereka. Seperti Narcissus,
mereka duduk-duduk disana dan memanjakan pikiran mereka tentang diriku.
Ku suka rasa air mengalir. Kusadar, saat mengentas diri dari air,
matahari menyengat dan membakar siripku. Lalu aku sekarat. Aku suka lautan sifat
tiga dimensinya. Aku bersahabat dengan ketam. Mereka mempesonaku karena mereka
mampu menyembunyikan semua kelemahannya dalam cangkang mereka. Aku tidak pernah
tahu caranya menemukan cangkang seperti mereka dan tinggal didalamnya.
Aku keluar dari guaku, untuk melihat hiu kacaukan suasana dengan
menyerang ikan-ikan. Hanya itu. Kusembunyikan kelemahanku dengan menari-nari di
antara mereka dan mengubah bentukku hingga sulit untuk dikenali. Aku senang
melihat kehati-hatian ketam dan kuhormati mereka karena rasa dan disiplin yang
mereka miliki.
Kusuka rasa air mengalir. Didalamnya ribuan ikan tergila-gila untuk
berenang. Dalam badai raksasa, mereka lincah, hiruk pikuk berebut remahan roti
dan serangga yang jatuh. Sebelum ku terentas dari air, terdampar di pantai, dan
memutuskan menikah atau tidak, ku kan belajar beragam cara untuk mencintai
orang lain. Kumulai dengan membaca buku. Kukunyah buku sebagai santap malamku. Akulah
ikan pemamah buku. Kukunyah buku-buku ringan seperti Wuthering Heights karya Emily Bronte, dan karya-karya Tetsuko
Kuroyanagi, Stephenie Meyer, dan Nizami Ganjavi, sampai hal-hal berat yang
kupalajari dari kitab Bulugul Maram
dan karya-karya Dr. ‘Aidh bin Abdullah bin ‘Aidh bin ‘Ali Majdu’ Al-Qarni.
Bukulah nutrisi terbaik untuk ikan-ikan kecil agar tumbuh dan berkembang
menjadi manusia-manusia mempesona.
Akulah ikan Bronte-Meyer-Al-Qarni; sekte kesadaran. Kuhabiskan waktu untuk merangkai rumput
lautku menjadi bunga dalam detak jam digital; sadar waktu yang sama sekali tak
mengalir, sadar nyata bahwa matahari tak dapat bersinar dibawah laut. Kurasa,
aku sudah gila dan aku akan berpikir akan tiba saat kupecah kebuntuan lalu
meleleh.
Dari jalan 2008 hingga 2011
masih terus merasa menjadi ikan kecil,,
kapan jadi manusianya??? -.-"
Komentar
Posting Komentar