Cermin Duka Sang Layla


Akulah rembulan Arabia,
Akulah pusat keindahan,
Akulah gadis berwajah lukisan tanpa cela,
Akulah pemilik senyum terindah di lembah hijau,
Akulah pemilik jari-jari terlentik yang menyipak air-air surgawi.
Kutatap dunia dengan sudut mataku, 
dan kumabukkan setiap yang melihatnya dengan kerlinganku,
kubuat mereka lupa diri hanya dengan senyuman kecil di balik cadar tipisku.
Orang-orang memanggilku, Layla.
Aku adalah segalanya, dan segalanya adalah aku.
Namun, kini aku terpenjara di bumi,
Dan kaki-kakiku mencair bagai gletser dari ketinggian,
Hatiku mengamuk bagai badai di gurun pasir tandus,
Mereka menaklukan kejayaanku,
Mengambil nyawa hatiku hanya dalam hitungan detik,
Tak tahukah mereka?
Hatiku telah menjadi miliknya,
Aku jatuh cinta pada syair-syair yang ia kirimkan untukku lewat angin timur di pegunungan Najd.
Aku merindukan tatapan matanya yang sehitam malam dan tajam bagai mata elang.
Apa salah kekasihku? Sedangkan ia hanya Majnun,
Dosa apa yang terjadi? Selain cinta yang menyiksa kami.
Namun, ‘di sini’ cinta itu tak mudah,
Pisau-pisau itu merobek-robek selendang sutera yang kurajut untuk menyatukan kami
Kini kami terpisah, terhempas masing-masing kembali ke peraduan tak bertuan


Kini aku sendiri, di bawah rembulan ku coba bermandi malam,
gaun sutera ungu ku terlihat gelap,
ku buka cadar tipis dan membiarkan sungai itu kembali bermuara di wajahku.
Aku kehilangan kekasihku, majnun dalam cermin dukaku, di atas selimut langit ini ku titip sebuah kalimat : ‘bunga melati menyampaikan pesan ini pada pohon cemara’
Aku percaya, kekasihku mendengarnya.



to you, that i'm love....
sedang meniti cinta.

Komentar