Kisah Di Tengah Samudera


Suatu ketika, saat kau dan aku sepasang lumba-lumba.
Kita selalu mencari ikan pari manta,
Hewan yang besarnya laksana pesawat di bawah laut.
Aku berkata, mereka itu para malaikat yang akan mengabulkan pinta kita.
Dan kau berkata, kau akan minta kerang.
Laksana kepiting hermit raksasa yang mundur, karena gangguan ekor kita.
Ingatkah kau?

Kita bermain petak umpet di antara karang.
Dan kau berenang melawan arus,
Melalui karang kipas ungu yang murung,
Dan jalinan karang berbentuk otak yang lembut,
Menuju dasar laut tergelap.
Namun, setelah aku menghitung samapai seratus Sembilan,
Aku selalu dapat menemukanmu.
Ingatkah kau?

Kita berenang ke perut lautan,
Dan mengejutkan makhluk albino buta,
Yang tak pernah mengenal warna.
Dan kita tak pernah mematahkan jari-jari terumbu karang,
Saat kita saling berkejaran di antara mereka,
Karena saat kita menjadi lumba-lumba,
Kita tetap tahu bagaimana bersikap lembut.
Ingatkah kau?

Ketika kau dan aku sepasang lumba-lumba, dan aku bertanya
“Akankah kau bosan padaku?”
Kau menatapku,
Dan sebait senandung segera memenuhi samudera,
Semua di sekeliling kita,
Dan diantara kita,
Bahkan ikan landak ikut tersenyum.

Aku pun berubah merah muda,
Tapi aku tak gentar.
Saat kita menjadi lumba-lumba,
Dan tahu bagaimana cara mengendus,
Hanya kekuatan suara yang kita gunakan.
Ingatkah kau?

Sebelum bencana jari-jemari dan bulu mata,
Sebelum kecanggungan kata-kata dan kaki.
Ketika kau dan aku sepasang lumba-lumba,
Dan aku tidak menangis tersedu-sedu,
Kau pun tidak patah hati,
Segalanya semata-mata mengalir dalam air,
Dan kau dapat merubahku merah muda dengan sebuah suara.

Komentar