Mama ku tersayang,
Subuh. Saat mentari masih terlalu
jauh untuk mengintip dan mempermalukan dirinya. Di sudut teras halaman belakang
tempat ku bekerja, ku tatap barisan bunga-bunga yang mirip lekukan pelangi. Aku
bermimpi mama semalam. Kau kunjungiku. Kulihat cahaya terpancar dari tubuhmu.
Tapi cahaya mama warnanya beda dengan cahaya ku. Ku ingin berbisik ‘jangan
takut’. Ku ingin pura-pura seideal yang
mama inginkan. Namun aku tidak bisa.
Ku khawatirkan mama. Tapi aku
harus berjalan di rentang tali kencang dengan jaring pengaman di bawahku. Ku
tak butuh kostum. Ku ingin melukis wajahku dengan sinar matamu. Tapi ku tak
ingin kenakan kostummu. Saat ku pandang mama, kusaksikan musik mengalun. Wajah
mama adalah senandung laguku, untuk temani aku. Aku bersyukur. Ku bersimpuh
terisak mendengar lagumu. Ku menangis bersyukur karena mama mencipta lagu untuk
banyak orang.
Harus kulakukan sesuatu. Mungkin
membuatmu khawatir. Maafkan aku. Ku harap tak terlihat buruk di matamu. Tapi ku
ingin menulis dan melihat. Mama, apa yang bisa ku tulis jika ku hanya tinggal
di rumah boneka, tumbuh besar dalam dunia bunga-bunga indah? Penulis macam apa
aku ini, peramal macam apa aku ini, jika tumbuh berkembang dalam bias
kenyataan? Ku ingin dengar kicau burung seperti bunyi kazoo dan xylophone.
Namun, kutak menerima keburukan yang
berbeda dengan keburukanku. Ku tak merasa sakit di luar rasa sakitku. Rasa
sakit kita. Aku akan tampak cantik. Aku kuat sepertimu. Aku tersenyum seperti
senyummu. Kekuatan dan kecantikan itu ibarat pegunungan, ladang jagung, bunga
daisy, dan dedaunan pinus. Lalu tiba-tiba aku merasa jijik dan menangisi
kecantikan itu.
Kau bawa serta tanah dari surga.
Kau bawa tanah murni subur, menyerahkannya padaku. Kau memberiku cinta tak
bersyarat, begitu murni, pedih, lapang, selembut tanah agar dapat kutanam
sesuatu di dalamnya. Akan kutanam, kaktus, pohon palem, rerumputan, bunga
daisy, dan buah labu. Kubiarkan jahe tumbuh liar, dan pakis mengakar,
berkembang disana.
Kau memberiku potensi. Karenanya
aku tumbuh besar dengan keyakinan kuat. Kau biarkan semua yang layak masuk
dalam diriku tanpa merusakku; satu-satunya keadilan yang kugarap untuk tanahmu itu. Kau memberiku
taman bunga, ladang jagung, danau, rumah abu-abu muda, dan pepohonan cedar. Tak
kubiarkan semua itu hancur. Kau memberiku ladang untuk ditanami. Karena lembab,
hangat, dan padat, maka harus kutanami tumbuhan paling kuat sekaligus paling
lemah yang bisa kutemukan.
Aku mencintaimu, karenanya aku
tumbuh besar dari pemberianmu. Kusimpan dalam diriku untuk kupamerkan. Terima
kasih. Terima kasih. Izinkan aku bertarung melawan monster dalam diriku. Aku
mencintaimu.
Kau telah mengukirku.
Kau telah mengukirku.
Komentar
Posting Komentar