Bila kata berujar mulutku tak berarti, biar ia mengambang sesaat di udara. Kan kujadikan itu kata-kata canda yang menghibur hingga kelak kucipta kalimat bermakna mengitarinya.
Kumau terbang melayang, untuk berkibar. Hingga kusaksikan riak-riak permata dengan enam mata kupu-kupu. Beri aku jeda waktu, jangan komentari.
Biarkan ku duduk sejenak, amati semua dengan mataku sendiri. Biarkan ku menari, mengitari kelopak bunga lily. Kemudian melesat bagai air mancur, terbang menyertai kata-kataku yang tak berarti itu.
Biarkan aku berada di atas papan puzzle, lalu mencoba menyusunnya sendiri dengan tangan dan otakku, walau sesaat kau meragukanku. Memang, terkadang aku salah mengambil badan puzzle itu dari gudangnya. Tapi, itulah, seperti kepingan puzzle, terkadang aku merasa sisi puzzle ku tak pernah benar-benar tepat, dan terkadang jika memang tepat, ternyata sisi ketebalan puzzle itu berbeda dengan yang kupunya. Sehingga aku harus mencari atau menambalnya -dan ini sedikit memaksa- agar tepat.
Mengertikah engkau? biarkanku berbaring sendiri di padang ilalang setelah lelah dengan puzzleku. Dengan mata kusaksikan matahari di balik tetes air. Ya, air dari batang pohon apel merah, menitik melalui rantingnya. Biarkanku mewarnainya dan menyusunnya dengan kata-kataku sendiri. Biarkanku berdiri sendiri di tepi dunia untuk melihatnya secara jujur. Sendiri, kata-kata kuat. Sendiri dan sendiri. Dan terkadang itu bukanlah tragedi.
Kumau terbang melayang, untuk berkibar. Hingga kusaksikan riak-riak permata dengan enam mata kupu-kupu. Beri aku jeda waktu, jangan komentari.
Biarkan ku duduk sejenak, amati semua dengan mataku sendiri. Biarkan ku menari, mengitari kelopak bunga lily. Kemudian melesat bagai air mancur, terbang menyertai kata-kataku yang tak berarti itu.
Biarkan aku berada di atas papan puzzle, lalu mencoba menyusunnya sendiri dengan tangan dan otakku, walau sesaat kau meragukanku. Memang, terkadang aku salah mengambil badan puzzle itu dari gudangnya. Tapi, itulah, seperti kepingan puzzle, terkadang aku merasa sisi puzzle ku tak pernah benar-benar tepat, dan terkadang jika memang tepat, ternyata sisi ketebalan puzzle itu berbeda dengan yang kupunya. Sehingga aku harus mencari atau menambalnya -dan ini sedikit memaksa- agar tepat.
Mengertikah engkau? biarkanku berbaring sendiri di padang ilalang setelah lelah dengan puzzleku. Dengan mata kusaksikan matahari di balik tetes air. Ya, air dari batang pohon apel merah, menitik melalui rantingnya. Biarkanku mewarnainya dan menyusunnya dengan kata-kataku sendiri. Biarkanku berdiri sendiri di tepi dunia untuk melihatnya secara jujur. Sendiri, kata-kata kuat. Sendiri dan sendiri. Dan terkadang itu bukanlah tragedi.
Komentar
Posting Komentar