Akhirnya, kupikir, aku akan mengatakan salmonlah yang menyelamatkanku. Tak seorang pun berpikir untuk bertanya "apa yang menyelamatkanmu?". Aku yakin mungkin ada teman sekamarku -diasrama tempat kerjaku- yang bakal kecewa dan terpaksa aku harus hidup sendiri.Hari ini awal kehidupan baru, aku akan membersihkan kamarku.
Aku membolak-balik tumpukan kertas kecil, bil dari toko-toko bahan bangunan, angka-angkanya membuatku muak dan jengah.Apa yang dilakukan ayah dengan rumah untukku? kalimat aneh. Mengusirku dari tahta kerajaan ku sendiri? dan pikiran ini membuat ku sedikit bertingkah aneh, terutama dengan bayi-bayi merah muda yang baru beberapa jam lahir dari rahim ibunya. Aku merasa bersalah atas apa yang aku buat pada bayi-bayi itu.
Ayah, aku tak ingin rumah.
Siang ini, Dewi mengajakku pulang. Terkadang saat berada di jalanan dan berhenti di lampu lalu lintas, aku menengok ke kiri, ke arah dimana terdapat tepian sungai dan menengok ke kanan, ke arah dimana terdapat toko furniture dan restaurant.
Kemudian aku mencoba menebak, berapa kali, aku telah menunggu pergantian warna lampu lalulintas ini ; sejak aku pindah di sini; seribu kali? enam ribu kali? seratus ribu kali? satu juta kali? tak terhitung.
Aku sudah lama tinggal di sebuah tempat, dengan lampu lalulintas, gedung-gedung, sungai dan jalan yang selalu terhambat di pagi hari.
Suatu hari aku pernah melihat teman sekolahku -di SMA dulu- di toko buku. Aku menghampirinya dan menarik beberapa novel dari rak buku. Aku melihat matanya sekilas, namun tak menyapa. Tak ada kata, bahkan untuk sekedar anggukan. Aku hanya berkonsentrasi dengan urusanku. Kemudian saat tiba di rumah, aku bertanya pada orang-orang setelah mereka bangun dari tidur siang, "apa mereka ingin teh? atau roti isi?".
Mungkin ini -yang disebut- rahasia umum. Aku menyimpan banyak rahasia di salah satu sisi kota, deretan panjang rahasia setiap orang.
aku biasanya sedikit kurus dan suka berlari.
mereka jahat padaku.
Aku seorang pengelana, tahu? seorang pengelana.....
Aku rasa ada seseorang tinggal di atap rumahku.
Tak tahukah kau apa yang kuinginkan
Aku membolak-balik tumpukan kertas kecil, bil dari toko-toko bahan bangunan, angka-angkanya membuatku muak dan jengah.Apa yang dilakukan ayah dengan rumah untukku? kalimat aneh. Mengusirku dari tahta kerajaan ku sendiri? dan pikiran ini membuat ku sedikit bertingkah aneh, terutama dengan bayi-bayi merah muda yang baru beberapa jam lahir dari rahim ibunya. Aku merasa bersalah atas apa yang aku buat pada bayi-bayi itu.
Ayah, aku tak ingin rumah.
Siang ini, Dewi mengajakku pulang. Terkadang saat berada di jalanan dan berhenti di lampu lalu lintas, aku menengok ke kiri, ke arah dimana terdapat tepian sungai dan menengok ke kanan, ke arah dimana terdapat toko furniture dan restaurant.
Kemudian aku mencoba menebak, berapa kali, aku telah menunggu pergantian warna lampu lalulintas ini ; sejak aku pindah di sini; seribu kali? enam ribu kali? seratus ribu kali? satu juta kali? tak terhitung.
Aku sudah lama tinggal di sebuah tempat, dengan lampu lalulintas, gedung-gedung, sungai dan jalan yang selalu terhambat di pagi hari.
Suatu hari aku pernah melihat teman sekolahku -di SMA dulu- di toko buku. Aku menghampirinya dan menarik beberapa novel dari rak buku. Aku melihat matanya sekilas, namun tak menyapa. Tak ada kata, bahkan untuk sekedar anggukan. Aku hanya berkonsentrasi dengan urusanku. Kemudian saat tiba di rumah, aku bertanya pada orang-orang setelah mereka bangun dari tidur siang, "apa mereka ingin teh? atau roti isi?".
Mungkin ini -yang disebut- rahasia umum. Aku menyimpan banyak rahasia di salah satu sisi kota, deretan panjang rahasia setiap orang.
aku biasanya sedikit kurus dan suka berlari.
mereka jahat padaku.
Aku seorang pengelana, tahu? seorang pengelana.....
Aku rasa ada seseorang tinggal di atap rumahku.
Tak tahukah kau apa yang kuinginkan
Aku takut tidur karena mimpi-mimpiku...
dan aku bereaksi biasa saja saat tahu salah seorang adikku menyukai teman sekolahku -siapa peduli-
Tapi mereka teman-temanku. Aku mengharap perubahan mereka. Aku juga tak bermaksud meninggalkan mereka. Karena aku orang yang toleran dan royal. Aku menggerutu dan membenci mereka. Aku ingin mereka di hukum.
dan aku bereaksi biasa saja saat tahu salah seorang adikku menyukai teman sekolahku -siapa peduli-
Tapi mereka teman-temanku. Aku mengharap perubahan mereka. Aku juga tak bermaksud meninggalkan mereka. Karena aku orang yang toleran dan royal. Aku menggerutu dan membenci mereka. Aku ingin mereka di hukum.
Reaksi teraneh atas sesuatu pemberian yang tak biasa.
Komentar
Posting Komentar