Peduli Dunia - (Surat Terpanjang Untuk Mama)


Mama, ini akan jadi surat terpanjang dalam sejarahku. Aku tahu kau tidak begitu suka jika aku menyoroti politik atau apapun yang tidak sesuai bidang pemahaman kelas yang kuambil. Tapi kali ini, aku akan menuliskan semuanya, mama. Terlepas kau suka atau tidak. Aku ingin kau tidak hanya menilaiku dari transkrip nilai semesterku. Aku ingin mencoba berbicara tentang hal ini pada mama, tak akan ada yang melarangku jika kuanggap berbicara pada ayah adalah bosan.

Aku merasa lebih baik setelah pagi ini. Kuhabiskan banyak waktu untuk menuliskan kekecewaan karena mendapati secara langsung, tingkat pelanggaran dan kejahatan yang masih kita biarkan. Setidaknya, aku bisa menyebutkan : aku memiliki ketangguhan dan kemampuan dasar manusia untuk tetap menjadi manusia dalam situasi dan kondisi yang luar biasa menegangkan dan membingungkan sekalipun. Kupikir, kata yang tepat mewakili ini adalah kehormatan.

Ketika energiku melemah, aku pikir mama pasti juga pernah berada dalam posisi tanpa dukungan melebihi pengalamanku sebagai bidan muda. Mendengar aktivitas mama, menurutku, sangat membantuku. Dan aku senang mendengar kau sudah bisa mengetik sms. J

Mama, aku telah menyoroti beberapa isu tentang dunia ini. Era ini adalah sangat kritis bagi dunia. Aku tak yakin mama, dan aku sependapat dalam hal ini. Tapi aku berpandangan bahwa periode kritis ini adalah wujud nyata sebuah problem besar; kesenjangan kekayaan dan kekuatan yang kian melebar. Sebuah problem kendali swasta yang makin meningkat terhadap kepentingan-kepentingan publik. Terutama problem besar demokrasi yang makin brutal. Aku tak merasa aktivitasku dalam hal ini berakhir dalam masa hidup ini.

Kemarin atasanku mengeluh soal kenaikan beberapa kebutuhan yang akan terjadi dimasa mendatang, aku tak terlalu mendengarkan, tapi otakku lagi-lagi berkomentar dan berdebat sendiri didalamnya. Seperti pertunjukan opera, layar itu terbuka, dan pemikiran ku pun berlaga.

Mama, bagiku tampak jelas, mengingat struktur kekuasaan yang ada, jika bukan Iran, pastilah Korea Utara,  atau United States, dan akhirnya Arab Saudi. Kupikir kita sepakat, perang ini adalah perang demi minyak, kekuatan (nuklir) dan kekuasaan. Kupikir sebagian besar adalah perang melawan OPEC, demi kendali ekonomi Eropa dan Jepang. Nyata, mama tidak berpikir ke arah itu, tapi setidaknya kita bisa sepakat: kebanyakan problem terletak pada kepentingan-kepentingan korporasi yang digdaya mengendalikan kebijakan publik, setidaknya dalam kasus Iran dan pengembangan nuklirnya.
   
Tak kuharapkan untuk melihat dunia yang ingin kutinggali terwujud dalam masa hidupku. Kubayangkan segala sesuatu memburuk sebelum kemudian menjadi lebih baik. Bukankah kualitas lingkungan menurun dari generasi ke generasi. Kutahu ini terdengar sangat emosional, sinis dan negatif. Inilah realitas yang mampu kulihat, jadi aku berupaya beroperasi darisana. Mengingat itu, aku menatap banyak hal di depan.

Aku ingin melihat upaya-upaya kreatif organisasi-organisasi, komunitas-komunitas yang berdedikasi dan ketahanan pangan di seluruh dunia.

Aku berharap melihat peningkatan jumlah orang yang mau mengambil resiko demi melawan arus kenegatifan yang sedang berlangsung.

Aku berharap melihat peningkatan jumlah kelas menengah, seperti mama dan aku menyadari struktur-struktur yang selama ini menopang keistimewaan mereka dan mulai membantu mereka yang termarginalkan.

Aku berharap momen 15 Februari, bangkitnya masyarakat sipil secara massa, membuktikan kesadaran kolektif mereka, penolakkan mereka untuk ditindas, dan empati mereka kepada penderitaan orang lain.

Aku berharap melihat guru Bu Muslimah,  atau Matt Grant di Olympia yang merangsang pikiran kritis anak-anak didik yang bermunculan.

Aku berharap kepada perlawanan internasional yang kini menyuburkan analisis semua jenis persoalan lewat dialog antar kelompok masyarakat yang beragam.

Aku berharap kita semua meningkatkan kemampuan untuk mewujudkan struktur-struktur demokratis dan menyembuhkan penyakit rasisme, kelasisme, seksisme, heteroseksisme, anarkisme, dan seniorisme yang kita miliki.

Seperti ujaran mama, kita semua melewati periode tanpa belajar dari program yang dimapankan sepanjang hidup kita. Kita sedang melawan struktur-struktur kekuasaan massif, canggih, dan mapan. Kita berada di tengah-tengah informasi yang memaksa kita untuk melucuti pengalaman pribadi, karena dianggap tidak relevan; bahwa kita tidak mampu, bahwa masyarakat kita tidak penting, bahwa kita tidak berdaya, bahwa masa depan telah ditentukan, dan bahwa derajat tertinggi kemanusiaan terekspresi lewat apa saja yang kita beli di mall.

Dan korban dari semua ketidakadilan itu adalah, para kelas menengah. Kelas menengah kita lebih rentan dari kelas menengah Amerika atau Eropa, meski saat ini kelas menengah mereka juga semakin rentan.

Bagaimanapun, aku tak bermaksud menulis perdebatan lainnya, terlebih jika mama bilang pada ayah. Walaupun tak selamanya buruk. Menurutku, tentang bagaimana memelihara sikap konsisten, mama lebih tahu. Sebenarnya, ini sesapanku dari pelajaran yang ayah dan mama berikan beberapa tahun terakhir, lebih membekas dari masa kecilku.

Betapa bodoh aku karena merasa menasehati mama. Tapi kurasa, banyak hal kecil bisa kita lakukan untuk perubahan, yang di mulai dari diri sendiri dan saat ini. Aku tak bermaksud sekedarmengulang-ngulang ucapan lalu memuji didi sendiri. Maksudku melakukan hal-hal kecil dan revolusioner.

Pastinya, periode pendidikan diri mama sendiri, pikiran terbuka mama, semua kerja keras mama untuk orang-orang selama ini, terutama dalam proses penyembuhan putri keduamu-ini pengecualian dan nyata berdampak kepada banyak orang, bukan sekedar putri mama.

Aku sangat mengapresiasi mama. Aku sangat mencintai mama. Mungkin mama perlu mencoba membujuk Ayah untuk menyabotase pekerjaan neoliberalnya. J

Komentar