Teriakanmu Tak Terdengar


Aku mual sekali pagi ini, rasanya jutaan kupu-kupu menggeliat ingin keluar dari sana.  Hampir semalaman aku tak tidur, kembali belajar mengikhlaskan suatu pekerjaan atas dasar kepedulianmu terhadap orang lain. Kau mungkin bukan siapapun, hanya bagian dari partikel atom kehidupan terkecil dari galaksi kosmos terluas, universal. Seakan jika kau tak ada pun, tak masalah bagi keuniversalan itu. Tapi tahukah kau, itulah yang disebut kesatuan. Kau tak ada, mereka pun tak ada. Hanya tetaplah jadi dirimu,karena kau tak buruk.

Kejadian semalam sangat kontradiktif, dilematis, dan sensitif. Kau akan berpikir kawan, seberapa hebatkah perlindunganmu terhadap suatu hal? Pernahkah kau kebal terhadap suatu hal? Penyakit? Rasa sakit? Kesakitan? Hingga kau disebut pesakitan? Lalu dikucilkan? Dan menjadi “Kelompok Tertinggal” dalam dunia luas mu? Lalu bagaimana jika yang disebut pesakitan adalah orang lain yang bukan dirimu atau keluargamu?

Aku merasa mendapat kehormatan atas kejadian semalam, walau lagi-lagi aku menjadi karyawan paling menyebalkan dimata atasanku, setidaknya aku mempedulikan nasib kawan-kawan sejawatku, tanpa melupakan nasib dua nyawa yang berada dihadapanku. Tak apa jika memang aku menyebalkan, toh itu hanya di pikiran atasanku, tapi tidak bagi kami para bidan pelaksana juga dua nyawa disana. 


Aku percaya, aku belum akan mati dalam waktu dekat, dan jikapun aku mati karena hal kesalahan dimasa lalu, aku telah memiliki rencana, aku akan menulis sepanjang sisa waktu yang ada. Itu ikrarku, dan aku tahu, Tuhan selalu menyentuh pemikiran juga hatiku. Kejadian semalam, semakin melembutkan hatiku. Dan aku akan berdoa tentang kebaikan bagi mereka.

Aku tak tahu apa yang telah kulakukan hingga aku dianggap pantas berbuat untuk Kelompok tertinggal. Tak dapat kuujar dengan kata, rasa syukur ini. Aku takut menyampaikan rasa syukurku kepada klienku itu.

Komentar