Sebuah Keputusan

Dalam perjalanan hidupku, sekitar tahun ketiga dan keempat, tak ada keraguan apakah aku berada di tempat yang benar dan melakukan kebenaran. Aku menyukai orang yang aku temani saat berkeliling dengan mobil. Aku tak bisa berpikir tentang apa yang lebih baik dilakukan. Pikiran ku selalu dibanjiri rasa bahagia ketika melintasi sebuah jalan, tak peduli apakah jalanan itu menikung atau lurus.
Seiring berjalan waktu, aku tahu aku telah jadi apa dan siapa. Aku melihat Rumah Sakit bersalin tempat aku bekerja dalam peta. Dari sinilah aku tahu kalau semua hal mengalami perubahan. Pekerjaanku tidak lebih panjang dari poros peta.  Aku percaya kemampuanku melakukan pekerjaan lain.
Dalam sembilan bulan terakhir, aku coba mencari momen lain, mencoba menempatkan diriku di jalan mereka. Mencoba untuk bisa lebih bermanfaat dan bisa memenuhi segalanya dari pekerjaanku.
Aku melihat dikomunitas mana aku pantas bergabung. Aku rasa, bila seseorang mengatakannya padaku tahun lalu dengan tulus, maka aku akan mampu menempatkan dimana seharusnya aku berada. Dan sayangnya, ditahun ini pun, banyak waktu yang membuat ketakutan dan agoraphobiaku saling mengikat dan menuju kematian. Kurasa ketakutanku terhadap teknologi selalu menang. Itulah yang mengejutkanku, ada kesukaran yang kurasakan untuk bergabung disuatu komunitas. Ini menghambat.
Aku mulai berhenti mengamati kota kecil ini, dan mulai mempersiapkan (segala kemungkinan) beberapa hal untuk kepergianku, suatu hari nanti. Aku keluar. Tangisan muncul saat kamu meninggalkan tempat yang sejak lama kamu tempati. Hal itu hanya sesuai dengan asumsi yang kamu ketahui.
Semisalkan, kamu datang ke tengah kota untuk menganugrahi tempatmu berada. Seperti dalam sebuah hubungan, tempat salah satu pasangannya berada dalam aturan keluarganya. Bila kamu merasa bosan, maka kamu bisa menuliskan nama mereka sesuai abjad di buku telepon. Dan jika kamu mempunyai fantasi, maka kamu akan membuat itu menjadi lebih hidup. Coba kamu bayangkan itu sebagai hal baru. Kamu dapat mengingat hal yang cukup tak berarti saat kamu sedang menikmati kopi, saat diskusi, dan tidak memikirkan hal yang mengganggumu.


Aku tak pernah mengikuti sebuah program dalam waktu lama. Aku menggemari itu. Itu juga membuatku menjadi lebih perhitungan dari sebelumnya, dan menjadi lebih jujur pada proses yang aku jalani. Membiarkan orang lain melihat kembali arus balik dari proses yang kualami. Kubutuhkan banyak resiko untuk menghadapi orang-orang masa depan. Kupikir, itu bisa menjadi penyemangat kerjaku. Perlu mencari tahu, agar aku bisa bekerja sama dengan orang lain untuk waktu lama dan mengajak mereka tanpa melewati situasi yang buruk. Aku tak tahu, ternyata kegiatanku kemarin-kemarin berjalin berkelindaan dengan kegiatanku sekarang. Banyak pelajaran kupetik tentang pekerjaan yang harus kita lakukan (tak selamanya keuntungan dituai). Bagaimana cara melawan pendapat yang tidak mendahulukan kepentingan umum. Agar kepentingan umum menjadi perhatian bersama. 

Komentar