Akulah
rembulan arabia,
Dalam keindahan
yang kelam,
Sekali lagi
kita hanya berbeda,,
Kau adalah
sang raja,,
Dan aku
budak malam..
Akulah
rembulan arabia,
Dan kau
matahari terik yang berwibawa,
Dapatkah kita
bertemu dalam satu langit?
Akulah
rembulan arabia
Yang memeluk
wibawa sang raja..
Jikalau
malam tak pernah ada,
Dapatkah kita
mengenal?
Jikalau
siang tak seindah wajahku,
Kenapa kau
memilih pagi sebagai pencuri waktumu?
Dan pernahkah
ada rindu?
Tahukah,
kita berada di langit yang sama,
Hanya saja..kita
tak bisa saling memeluk dan mengaku..
Aku pernah
berpikir kita akan berada dalam satu garis,
Dan alam
gempar oleh fenomena yang miris..
Mereka bilang,
aku tak pantas bersanding denganmu,
Mereka bilang,
aku hanyalah mimpi buruk bagimu..
Oh,, aku
tahu itu..
Dirikupun
tak secantik kejauhan,
Dirikupun selalu
butuh bantuan,
Tapi sampai
kapan aku bertahan?
Demi sebuah kata “layak” di tangan..
Kuharap itu
bukan hanya angan..
Para
cenayang itu membawa misaku,
Lukisan penuh
toreh membwa laraku,
Dan cinta
yang selalu bangkit membawa kedamaian dariku..
Aku hanyalah
rembulan arabia,
Dalam keindahan
kelam malam,
Jika aku
bertanya, masihkah aku dapat memelukmu matahariku?
Apakah kau
akan menjawabnya, atau hanya membatu?
Perlukah
kubawakan segunung bintang untuk meminta satu pelukan darimu?
Jika kau
telah mengerti ini, jawab aku dengan kehangatanmu.
Terinspirasi
dari judul film dan novel The Moon That Embraces The Sun karya Jung Eun Gwol, bulan tak akan
bisa memeluk matahari, hangatnya menyapa, dan matahari amat merindukan bulan
dan ingin bersanding dengannya. Mereka terpisah dengan jarak, dengan masa,
dengan status, namun hati mereka memiliki. Mereka akan selalu memiliki.
Cinta itu harus memiliki, jika tidak,
Itu bukan cinta, itu nestapa.
Komentar
Posting Komentar