Catatan Si Embrio

Hari ini aku akan mengisahkan sebuah catatan kecil milik kawan lama. Kawan yang aku tak pernah berjumpa rupa, namun selalu tahu rasa. Kisah ini bercerita tentang kebaikan, tentang awal mula kehidupan. Dia bernama Loli. Dalam suratnya, Loli selalu berkata : "Bunyi detak jam itu masih terlalu cepat untukku. Aku tetap tak bisa bergegas, seberapa cepat pun aku."

Perlu kau ketahui, Loli ini bertubuh mungil, dengan rambut sedikit ikal dan lesung pipi yang manis di sebelah pipi kirinya. Dia tak pernah menua. Tapi dia begitu dewasa, meski dia hidup berpindah-pindah, meski dia mengalami kekalutan setiap waktu, tapi dia kuat, dia tegar, dia akan mendatangi lagi dan lagi tempat dimana seharusnya dia berada. Beberapa kali orang menolak kehadirannya, namun tak jarang orang begitu mengharapkannya. Ada satu masa dimana aku berjumpa dengan Loli, kala itu dia masih di kota yang jauh, kota milik orang lain, namun aku menyempatkannya berkunjung, dan beruntung bertemu dengannya. Duduk di taman dengan gaunku berenda yang cantik.

"Sebentar lagi aku akan berubah," katanya.
"Benarkah? apa kau akan baik-baik saja?" tanyaku sambil memainkan ujung gaunku yang berenda. 
"Tentu, kau tak perlu khawatir. Seudah sejak lama aku ingin menjadi Moli, bukan Loli lagi." Katanya berseri.
"Kapan itu terjadi? Moli? apakah aku akan tetap bisa mengenalimu?" tanyaku.
"Hitungan hari, tentu saja kau akan mengenali aku, kau ahlinya. Lagipula, Moli adalah wujud lebih baik setingkat diatasku, bukankah wajar aku memimpikan itu? Loli akan tetap ada, tapi di tempat berbeda bukan di kota ini lagi." terangnya sambil menatapku.
"Loli, aku akan tetap berkunjung, aku ingin memastikan perubahanmu baik-baik saja." Kemudian aku bangkit dari dudukku dan berjalan meninggalkannya. 

Sepanjang perjalanan aku berpikir tentang perubahan Loli menjadi Moli. Dia akan sempurna sebentar lagi, aku melihat rumahnya sudah terbentuk, sambil bernyanyi dan bersiul dia mengecat sendiri rumah bernama "Rahim" itu dengan cat warna peach di kamar tamu, sedang kamarnya aku bisa melihat warna teal yang unik. Ah,, Loli akan menjadi Moli. Loli si embrio akan menjadi Moli si Fetus, si Janin yang mulai jelas berbentuk. Beberapa kali Loli bercerita padaku tentang kawan-kawannya yang pergi, tetap menjadi Loli tanpa pernah merasakan menjadi Moli. Mereka bukan tak peduli, tapi mereka tak dicintai, tak dinginkan menjadi Moli. Atau mereka diinginkan pada awalnya, lalu setelah menjadi Moli mereka tidak mirip Moli, mereka Moli yang disabilitas. Baik secara mental maupun fisik.

Kesokan hari, aku mengunjungi Loli, rumah mungilnya nampak sepi. Namun aku menemukan catatan kecil dimeja terasnya, dan tertulis untukku. 

"Kau tak perlu khawatir, aku hanya pergi sebentar menjenguk temanku, tunggulah. Aku akan kembali. Kau tahu, bunyi detak jam itu masih terlalu cepat untukku. Aku tetap tak bisa bergegas, seberapa cepat pun aku. Aku bergerak, aku tetap berdetak meski lemah. Karena aku masih embrio. Embrio yang akan berubah, lalu berubah menjadi lebih baik, lalu berubah menjadi lebih baik dan menemukan jati diri." 

Aku melipat surat kecil itu, menatap kue muffin di atas meja yang tertutup tisu makan, mengambilnya dan menggigit ujungnya.


Filosofi embrio, 
dalam perjalanannya embrio merupakan tahap awal dari sebuah proses kehidupan, 
dia berdetak dengan lemah. 
Tapi dia begitu cerdas dan dewasa 
sehingga bisa memahami setiap ucapan kita. 
Filosofi embrio,
dalam perubahannya dia tak hanya berwujud setengah manusia, tapi dia juga bisa diartikan sebagai proses perubahan terhadap kematangan pola pikir manusia, dari niat untuk berubah, maka akan berniat untuk berubah lebih baik, 
dari berubah lebih baik, maka dia akan berubah lebih baik sesuai dengan jati dirinya..

Komentar

Posting Komentar