Kisah Melalui Lensa

Aku berkunjung ke rumah Rachel, tempat itu kini gelap, dengan pintu kayu yang menjulang namun tidak terlihat terawat. Dia masih sepupuku. Tapi aku tak berbicara apapun disana. Aku hanya menatapnya, dan dia hanya menatap lantai rumahnya yang bening seperti kaca. Tidak, sesungguhnya kami berbicara, melalui jendela mata berwarna coklat, mirip lensa mata ayahku, yang sayangnya aku tidak memiliki itu, milikku sedikit lebih gelap, coklat yang gelap campuran dari ayahku dan ibuku. Kurasa aku memiliki kelainan di keluarga ini.

Dia berjalan ke ujung meja, duduk disana mematung seperti mayat, dengan cekungan mata yang dalam dan pipi yang begitu tirus. Aku hampir tak mengenalinya ketika datang. Aku menatap ujung sepatu kets ku yang basah, Rachel menarik napas. Kami bertatapan. Aku melihatnya, melihat ketidaksetiaan kekasihnya, mencampakkannya, jijik padanya, dan aku muak hingga kuputuskan memejamkan mataku. Menggertakkan rahangku hingga gigi ku ngilu karena bertabrakan. 

Tapi percuma ketika aku membuka mata kembali, potongan-potongan gambar itu masih ada. Aku ingin menyalahkannya karena ia begitu bodoh, aku ingin memakinya karena ia begitu polos, aku ingin memukulkan pemukul kasti di kepalanya sebanyak umurku. Tapi aku hanya meletakkan tanganku diatas meja. Dia jahat bukan? Memintamu bertahan namun ia sudah pergi berjalan? Memintamu disini sementara ia bersama yang lain sedang membangun tempat yang sama seperti tempatmu? kau tertinggal Rachel. Kau tertipu. Padahal aku sudah mengajarimu berkali-kali lebih keraslah sedikit. Tapi kau adalah tepung, sedang aku adalah batu. Mungkin aku yang salah. Buktinya kau tetap bertahan meski si dia sudah berubah pikiran. You give him everything to a boy who changed his mind. Kau bodoh Rachel.

Aku menatap langit-langit rumah itu, dengan lukisan awan putih dan langit biru serta beberapa sayap malaikat dan lukisan Yesus dengan dombanya di dinding. Menatap Rachel, menatap sepatu kets, menatap lantai. Aku mencari, mencari hal yang ingin aku jadikan pegangan untuknya. Rachel yang malang menitikkan air mata. Lensa itu mengabur, berair. Kemudian hujan turun begitu lebat.

Komentar