Remah Roti



Aku mulai tertatih-tatih minggu ini, bahkan mungkin untuk minggu berikutnya, dan berikutnya. Mungkin sebentar lagi aku akan mengalami kasus kejiwaan seperti over thinking atau bahkan bipolar. Hampir gila karena rasanya seperti kejatuhan paku-paku yang tajam. 

Hidup sudah mulai berbeda untuk ke depan. Hati sudah ditunutut bertanggung jawab untuk menjalankan misinya. Tapi aku merasa ketinggalan, seperti berjalan diatas rel kereta dimana kau akan mendahulukan kereta yang lebih kencang untuk lewat. Aku terabaikan. 

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, meski sulit tapi aku menjalani hari-hariku dengan petunjuk-petunjuk kecil nan rapuh seperti remah-remah roti. Namun kali ini aku tak tahu dimana remah-remah roti itu, yang aku dapatnya hanya... kabut. Kelabu dan tebal, bagai dunia lain tanpa seorang pun yang mau menatapmu. 

Aku butuh peta, kereta kuda, jalan penunjuk arah  atau bahkan remah-remah roti agar aku dapat menemukan keberanian dan ide-ide berlian di dalam homunkulus ku lagi, agar aku dapat menemukan jalan kembali pulang dan melihatnya,, seperti Hansel dan Gretel yang sedang tersesat. Aku takut terpojok. Aku takut berdiri bahkan takut menarik nafas. 

Aku tertatih dijalan yang rapuh, terabaikan, dan terpojok disudut ruangan gelap tanpa remah-remah roti.  

Komentar