Ampun,,, setelah sekian tahun berekcimpung di dunia kesehatan reproduksi yang tiap kuliahnya ngebahas tentang perempuan dan gender, akhirnya kesampaian juga nulis ini.. hehe. Bermula dari ramainya suara di ruangan-ruangan penuh hantu, akhirnya pemikiran tentang ini pun tertuang. meski hanya disini, meski hanya aku yang akan membacanya.
Ayah adalah A. Dan ibu adalah B. Mereka adalah pasangan, suami dan istri. Mereka serupa, tetapi tak sama. Mereka berbeda tetapi setara. Bukankah harusnya begitu? Sebelum ada aku, Dwi atau Ayu, mereka telah bekomitmen. Dan seharusnya komitmen itu tak membuat bahtera ini jadi lebih sulit bukan?
Mereka adalah orang sibuk. Tentu kesibukan ini tidak menjadi masalah ketika kesadaran untuk
membangun rumah tangga dalam suka dan duka telah menjadi komitmen
bersama. Semua akan bermuara pada kata “ikhlas” dan “ibadah”, upaya
bakti seorang istri kepada suami. Tapi, mudahkah kata ikhlas ini diraih
sebagai wujud ibadah seorang istri dalam berumah tangga? bagaimana dengan beberapa kasus yang justru membuat si istri kewalahan yang akhirnya berujung pada lelah, stress, dan amarah? *efek mama marah seharian
Dalam catatannya Mbak Arisa bilang, budaya patriarki membuat lelaki tidak terdidik untuk terampil dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Dalam budaya ini, pekerjaan rumah
tangga hanya pantas dilakukan perempuan. Kondisi yang terjadi kemudian
adalah perempuan yang melakukan pekerjaan rumah tangga dianggap tidak
berharga. Pekerjaan domestik di mata laki-laki tidak dianggap sebagai
kontribusi yang layak untuk diapresiasi.
Ketika perempuan mampu mengimbangi laki-laki dalam pencapaian di
setiap bidang kehidupan, laki-laki justru tidak bisa mengimbanginya
dengan pencapaian dalam rumah tangga. Ketika perempuan mampu memainkan
peran sebagai pencari nafkah sekaligus manajer keuangan rumah tangga,
laki-laki justru kewalahan jika harus menjalankan keduanya bersamaan.
Faktanya, laki-laki tidak terbiasa dengan urusan domestik karena ia
memang tidak ditradisikan untuk akrab dengan perkara dapur. Padahal
saat berbicara tanggung jawab bersama dalam membangun rumah tangga, yang
membawa istri pada peran pencari nafkah, seharusnya tidak ada lagi
eksepsi bagi suami untuk tidak terjun ke wilayah domestik bersama istri
dalam menyelesaikan urusan rumah tangga.
Peran ganda tidak hanya milik perempuan tapi juga laki-laki, sehingga
setiap orang memiliki peran multi. Persoalannya, upaya penyadaran suami
agar mau membantu istri dalam pekerjaan domestik kerap berbenturan
dengan budaya, lingkungan, pendidikan, bahkan persepsi. Mungkin suami berkenan membantu urusan rumah tangga,
tapi orang tua suami atau istri? Sejatinya tidak ada ratu rumah tangga,
pasangan suami istri harus saling membantu dalam urusan domestik.
Well,, aku berpikir bagaimana cara melenturkan peran. Melenturkan peran di sini dimaksudkan baik suami maupun istri diharapkan selalu siap untuk saling bertukar peran sesuai dengan keadaan. Misalnya ketika si istri terpaksa harus lembur, suami pun diharapkan siap untuk menemani anak belajar dan memastikan bahwa si anak telah makan malam. Ketika si suami terkena PHK, si istri dengan sigap mengendalikan keuangan keluarga dengan alokasi dan usaha yang lebih besar di pekerjaannya untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Dan masih banyak lagi contoh lainnya...
Saya bukan penganut aliran feminisme, saya juga bukan penganut paham-paham emansipasi lebay.. hanya berpikir kemudian menulis, kenapa kita tidak pindah melakukan B dan meneruskan tradisi A yang cenderung primitif? saya berpikir bagaimana peran ganda bisa membuat seseorang menjadi lebih berkembang.. tanpa perlu menghilangkan atau melanggar fitrah keperempuanannya sendiri? Mungkin akan ada
logika yang salah dari lontaran argumen dalam tulisan ini atau justru
munculnya dominasi perasaan yang berlebihan. Terlepas dari semua itu,
saya hanya ingin menulis pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran saya. Hal yang ingin aku lakukan adalah... dapat menuliskan ini dalam kacamata fikih perempuan.
Efek liat tulisan :
Jangan jadikan aku tulang punggung mu,
aku tercipta menjadi tulang rusukmu.
Komentar
Posting Komentar